Ad Code

Responsive Advertisement

KENAPA YANG MENGONSUMSI MIRAS DITEMBAK, BUKAN PENJUAL MIRAS YANG DITANGKAP??

 

                                                                       Ilustrasi foto miras


NABIRE | Kamis, tanggal 26 Juni 2025 akan tercatat sebagai hari kelam bagi warga Kabupaten Nabire. Tiga warga sipil menjadi korban dalam insiden penembakan oleh aparat kepolisian di Pasar Karang Tumaritis. Dua orang tertembak, satu di kaki, satu di lengan, sementara satu lainnya, Elikius Ikomou, meninggal dunia akibat luka parah di kepala yang diduga akibat hantaman popor senjata. Polisi berdalih: kericuhan terjadi karena sekelompok pemuda mabuk melakukan pelemparan. Maka aparat menembak untuk mengamankan situasi. Namun publik bertanya: Apakah peluru adalah jawaban terhadap mabuk?


Mari kita balik pertanyaannya: Mengapa yang mabuk ditembak, sementara penjual minuman keras tetap aman dan dilindungi hukum tak tertulis di wilayah ini? Belok kanan di Samabusa, kita bisa dengan mudah menemukan toko-toko miras yang terbuka lebar, beroperasi terang-terangan, bahkan sebagian dikenal milik tokoh-tokoh berpengaruh atau "dijaga" oleh aparat sendiri. Minuman keras beredar bebas di Nabire, bahkan anak sekolah pun bisa membelinya. Namun, ketika kerusakan sosial muncul di permukaan, yang dihukum bukanlah penyuplai, bukan pengedar, bukan pemilik toko minuman itu, melainkan anak-anak lokal yang menjadi korban dari siklus ini.


Apedius Kayame (19) hanyalah seorang anak muda yang sedang berjalan ke pasar. Ia bukan pemicu kerusuhan. Tapi peluru mengenai betisnya. Feri Mote (34), seorang ayah yang hendak berbelanja sayur, tertembak di lengan saat berdiri menunggu ojek. Mereka bukan kriminal. Mereka bukan ancaman. Tapi mereka jadi sasaran karena satu hal: mereka ada di tempat yang salah saat polisi datang dengan senjata yang sudah siap ditembakkan.


Lalu Eligius. Ia dipukul hingga koma. Meninggal dunia di rumah sakit. Apakah kita akan percaya bahwa ini hanya "prosedur pengamanan"? Atau kita akan mulai bertanya keras: sejauh mana aparat diperbolehkan bertindak tanpa pertanggungjawaban?


Masalahnya Bukan Mabuk. Masalahnya Sistem. Pemerintah daerah dan kepolisian selalu menyalahkan perilaku warga, terutama anak-anak muda Papua Tengah, atas kekacauan yang terjadi. Tapi mari kita jujur: siapa yang membiarkan toko-toko miras tetap buka selama bertahun-tahun? Siapa yang diam saja saat kelurahan, kampung, dan kompleks penuh dengan minuman keras? Siapa yang tidak pernah melakukan razia besar-besaran dan permanen terhadap distributor miras di Samabusa dan wilayah lainnya?


Pemerintah Kabupaten Nabire dan aparat Polres Nabire terlalu lama mengambil sikap diam dan permisif terhadap akar masalah ini. Jika hari ini ada anak muda yang mabuk lalu bikin kacau, itu bukan semata-mata kesalahan mereka. Mereka adalah korban dari sistem yang dibiarkan rusak oleh pejabat dan penegak hukum sendiri.


Lalu saat anak-anak Papua itu mabuk, bikin rusuh, atau berteriak di pasar, mereka dianggap "ancaman negara" dan langsung ditembak, dipukul, dilumpuhkan. Di mana rasa kemanusiaan kita? Di mana pendekatan sosial dan edukatif yang seharusnya menjadi tugas negara?


Pejabat Harus Bangun. Jangan Jadi Mesin Administrasi Tanpa Hati.Pemerintah Kabupaten Nabire, termasuk Bupati dan para kepala dinas sosial, pemuda, dan kesehatan, harus segera angkat bicara. Gubernur Papua Tengah, Meki Nawipa, tidak boleh diam dan hanya bicara jika ada proyek besar atau peresmian. Ketika rakyatnya ditembak, diam berarti ikut bertanggung jawab. Ketika toko miras dibiarkan, diam berarti bersekongkol.


Hari ini, kita harus menuntut: Penutupan toko-toko miras ilegal dan evaluasi izin edar secara total; Investigasi independen terhadap kasus penembakan Pasar Karang Tumaritis; Sanksi tegas kepada anggota kepolisian yang melanggar prosedur; Rehabilitasi dan dukungan sosial untuk para korban;  Kebijakan publik jangka panjang yang membangun generasi muda, bukan menghancurkannya. Karena darah yang tumpah di Pasar Karang adalah luka yang akan lama mengering. Dan selama toko miras tetap buka, selama polisi tetap brutal, dan selama pejabat tetap pura-pura tuli, maka kita sedang menciptakan bom waktu di tengah Nabire.

Posting Komentar

2 Komentar

bebas berkomentar asalkan yg mendidik!!

Close Menu